Bunga

Rabu, 15 Februari 2012

Jadilah kau bunga
Yang selalu ingin mengembang
Selalu mekar sepanjang musim
Taka peduli musim basah
Atau kemarau

Gunung Merapi

Gunung merapi
Dulu dirimu diam membisu
Pancarkan kedamaian
Berikan keindahan
Tuk sekitarmu…

Mama

Mama…
Maafkan diriku
Yang susahkan dirimu
Yang sakiti hatimu
Ku tahu hatimu seluas samudra
Mamaku
Maafkanlah diriku
Yang selalu menyakiti perasaanmu…

Guruku

Guruku…
Kau bombing aku dengan tulus
Kau ajari aku membaca
Kau ajari aku menulis
Kau ajari aku budi pekerti
Tak kenal kata lelah
Meski kami nakal kau tetap tersenyum
Terima kasih Guruku…

Limbah

Jangan biarkan limbah mengalir
Ke sungaiku yang jernih
Ke pantaiku yang tenang
Ke lautku yang riang

Terima Kasih Tuhan

Terima kasih Tuhan
Untuk burung yang berkicauan di pohon
Memuji kebesaran-Mu
Untuk bunga yang merekah
Dan embun yang bersinar diatasnya
Untuk matahari yang cerah
Udara yang sejuk
Untuk semua karunia-Mu
Terlalu indah bagi umat-Mu
Terima kasih Tuhan untuk kehidupan ini

Gempa Bumi

Bumi bergoyang tanah bergetar
Rumah-rumah roboh
Orang-orang berlarian

Gempa bumi
Bila datang harus waspada
Bila ada harus siaga
Larilah keluar rumah

Sobat

Sobat, manakala kehidupan

Beri beribu alas an
Tuk menangis,
Kita punya sejuta alas an
Tuk tersenyum

Jangan biarkan duka selimutimu,
Sibaklah dan sambut
Bahagiamu…

Duka

Ingin hati membalik fakta
Ayah dapat hadir pengobat luka
Nyatanya nisan tegak tertata
Semoga ayah lelap di dalam sana

Cintamu Ibu

Cinta putih milik ibu
Akan bersemayam dalam kalbu
Jangan pernah merasa ragu
Cinta putih ibu kan hadir selalu
Tanpa pernah merasa jemu

Sahabat

Sahabat…
Di keheningan mala mini
Kucoba hayati irama detak jantungku
Karena tenggelamnya perahu persahabatan
Sejak kepergianmu pahit hidupku

Petir

Suaramu nyaring menggelegar
Membuat dadaku bergetar
Orang-orang ketakutan
Petir
Kilatmu membuat orang panic
Kamu bisa merusak barang elektronik
Orang pun pilu bila
Barangnya rusak tersambar kilatmu

Hujan

Titik air jatuh dari langit
Suci sebening kaca
Membawa berkah juga bencana
Tergantung bagaimana menyikapinya

Nelayan

Titik hitam
Di tengah samudra
Terombang-ambing timbul tenggelam
Kadang jelas selebihnya samar
Begitu nasibmu
Bagai noktah di kanvas samudra nan luas
Tak bermakna tapi indah

Pagi

Surya menjelang datang
Semburat cahaya jingga
Menghias di kanvas angkasa raya

Sesal

Ibuku dahulu marah padaku
Diam dia tiada berkata
Akupun lalu merajut pilu
Tiada peduli apa terjadi

Aku

Beginilah hidupku
Tanpa ayah tanpa ibu
Betapa malang nasibku
Demikianlah duniaku jadi kelabu
Bercucuran air mataku
Jika aku mengenang nasibku
Tapi ini takdir Tuhan Mahatahu
Kita tak boleh menggerutu

Menyesal

Pagiku hilang sudah melayang
Hari mudaku sudah pergi
Sekarang petang datang membayang
Batang usiaku sudah tinggi

Puisiku

Pedih perih tak terkira
Seperti luka bakar tersapu air
Lalu dibaluri bubuk bara
Kusetrika hingga ke titik nadir
Hilang rasa pedih